09/12/10

ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Anak sebagai Amanah, Dzuriyyah, Fitnah, dan Zinah
Anak adalah amanah Allah sekaligus anugerah-Nya yang sangat besar bagi suatu keluarga. Anak adalah harta dan perhiasan yang tak ternilai dan tak tergantikan. Kehadirannya menyemarakkan suasana rumah tangga. Riuh rendah canda maupun tangisnya, meski kadang membuat sewot orang tua namun akan membuat rindu bila berjauhan dengannya. Umumnya, setiap orang yang telah menikah sangat mendambakan kehadiran anak sebagai keturunan. Anak adalah buah hati dan bunga keluarga. Mereka juga merupakan generasi penerus cita-cita orang tua. Anak yang shaleh selalu menjadi harapan setiap keluarga muslim yang ta’at kepada Allah. Hal-hal tersebut merupakan kedudukan seorang anak di hadapan orang tuanya.

1. Anak sebagai Amanah (Titipan)
Anak adalah amanah Allah SWT kepada orangtua yang dianugerahi buah hati. Bukan sebagai amanah biasa yang hanya menghendaki pemeliharaan, penjagaan, akan tetapi harus dikembangkan, dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hadapan-Nya.
Sebagai manusia (makhluk) yang dititipi amanah oleh Allah swt. berupa anak, tentu para orang tua wajib mensyukuri dan sekaligus memelihara, mendidik, serta mempertanggungjawabkannya atas kelangsungan hidup anak itu sendiri baik di dunia dan ataupun di akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut :
"Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan itu."
(QS.At-Tahrim:6).

Dengan demikian, setiap muslim khususnya para orang tua yang telah diberi amanat berupa anak maka mereka wajib untuk mengasuh dan mendidik anak-anak mereka dengan baik dan benar. Hal ini dilakukan agar mereka tidak menjadi anak-anak yang lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya, namun dapat tumbuh dewasa menjadi generasi yang shaleh yang dapat mengantarkan orang tuanya kepada pintu surga kelak.
Adapun peranan orang tua menurut Yusuf Muhammad Al-Hasan (dalam www.alsofwah.or.id) yaitu dimulai dari perhatian orang tua kepada anak sebelum dilahirkan, ketika di dalam kandungan, dan kepada anak yang telah lahir.
a. Memperhatikan Anak Sebelum Lahir
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalehah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda : "Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah. Jika tidak kamu lakukan, niscaya terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar" .
b. Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya.
Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah : "SesungguhNya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid' ).
Adapun perhatian orang tua terhadap anak ketika di dalam kandungan diantaranya.
1) Ibu dan ayah diharapkan memperbanyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara memperdengarkan langsung ke perut istrinya yang sedang hamil.
2) Seorang ibu ketika hamil senantiasa memanjatkan doa kepada Allah Swt.
3) Seorang ayah harus mencari rizki yang halal agar darah daging bayi yang ada di dalam kandungan istrinya menjadi baik.
c. Perhatian kepada Anak yang telah Lahir
1) Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini.
2) Menyerukan adzan di telinga bayi
Abu Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan: "Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah" ( HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi). Hal ini dilakukan supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu menjadi suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits: " Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan" (Ibid).
3) Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut)
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula).
Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan: "Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusui) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal: jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan) jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya."'
4) Memberi nama
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
"Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i).

5) Aqiqah
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda: "Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya" (HR. Al Bukhari.).
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha,bahwa Rasulullah bersabda: "Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi). Aqiqah merupakan sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban.
6) Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak sesuai berat timbangan rambutnya
Hal ini mempunyai manfaat, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.)
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya artinya mengeluarkan sadaqah sesuai dengan berat timbangan rambutnya. Hal ini pun mempunyai manfaat yang jelas. Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya: "Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa').
7) Khitan
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda: "Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak" (HR. Al-bukhari, Muslim). Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.


2. Anak sebagai Dzuriyyah (Keturunan)
Anak adalah keturunan atau generasi penerus bagi orang tua dan bangsanya. Dengan hadirnya anak, para orang tua akan merasa ada pihak yang akan meneruskan garis keturunannya.
Anak atau Al-walad termasuk didalamnya anak laki-laki atau perempuan merupakan keturunan yang dianugerahkan Allah sebagai penyejuk hati. Hal ini sesuai dengan firman Allah sebagai berikut : “Dan orang-orang yang berkata ya tuhan kami, anugerahkanlah pada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Furqan:74).
Sebagai generasi penerus orang tua, anak perlu dibimbing dan dibina sedini mungkin agar tidak menjadi generasi yang loyo dan generasi yang bodoh. Si anak wajib dididik untuk menjadi generasi yang tangguh, terampil, cakap dalam memperjuangkan hidup dan kehidupan bagi dirinya dan juga manfaat bagi lingkungannya.
Allah Swt. mengingatkan kita agar tidak meninggalkan keturunan yang lemah. Firmannya :
“....Dan hendaknya (manusia tekun) kepada Allah, yang orang-orang yang meninggalkan keturunan di belakang mereka anak-anak (keturunan) yang lemah, yang merasa khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu, manusia bertaqwa kepada Allah, dan hendaknya mereka mengucapkan perkataan yang benar”(QS.04:09).

Anak adalah pelestari pahala, maksudnya jika anak tumbuh dewasa dan menjadi anak yang saleh dan shalehah yang senantiasa mendoakan orang tuanya serta menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsanya. Jika anak tumbuh menjadi generasi yang baik (Dzurriyah Toyyibah) yaitu generasi yang patuh kepada perintah Allah, maka orang tua akan terus mendapat mendapat kiriman pahala meskipun mereka telah meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan hadits berikut :
"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo'akannya." (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).
3. Anak sebagai Fitnah (Ujian)
Dalam QS. Al-Anfal: 28 Allah berfirman yang artinya :
“dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan dan sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Dan QS. At-Taghabun : 15 yang artinya :
“sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Kedua ayat Al-Quran di atas menyatakan bahwa kedudukan harta dan anak adalah sama sebagai fitnah (ujian). Perbedaannya pada surat Al-Anfal, Allah menggunakan redaksi pemberitahuan “ketahuilah” sedangkan pada surat At-Taghabun menggunakan redaksi penegasan ”sesungguhnya”. Namun ungkapan yang mengakhiri kedua ayat tersebut sama, yaitu “disisi Allah-lah pahala yang besar”.
Fitnah dalam kedua ayat ini bukanlah berarti seperti arti Bahasa Indonesia, yaitu berarti sebagai perkataan yang bermaksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik atau merugikan kehormatannya. Tetapi fitnah yang dimaksud dalam konteks harta dan anak seperti yang dikemukakan oleh Asy-Syaukani adalah keduanya bisa tentang fitnah harta dan anak dalam surat Al-Anfal menjadi seseorang terjerumus dalam banyak dosa dan kemaksiatan, demikian juga dapat menjadi sebab mendapatkan pahala yang besar. Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah uji pada harta dan anak seseorang. Fitnah disini juga dalam arti bisa menyibukkan atau memalingkan dan menjadi penghalang seseorang dari mengingat dan mengerjakan amal taat kepada Allah.
Fitnah dalam arti bisa menggangu dan menghentikan aktivitas seseorang pernah dirasakan juga oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Daud dari Abu Buraidah bahwa ketika Rasulullah SAW sedang menyampaikan khutbahnya kepada kami, tiba-tiba lewatlah kedua cucunya Hasan dan Husein mengenakan baju merah sambil berlari dan saling kejar mengejar. Begitu melihat kedua cucunya, Rasulullah kontan turun dari mimbar dan mengangkat keduanya seraya mengatakan, “Maha Besar Allah dengan firman-Nya, ‘Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah fitnah’. Aku tidak sabar melihat keduanya sampai aku menghentikan ceramahku dan mengangkat keduanya.” Dalam konteks ini Ibnu Mas’ud mengajarkan satu doa yang teat tentang harta dan anak. Beliau mengungkapkan,
“Janganlah kalian berdoa dengan doa ini, ‘Ya Allah, lindungiloah kami dari fitnah.’ Karena setiap pulang ke rumah akan mendapati harta, anak dan keluarga yang menjadi fitnah, tetapi katakanlah, ‘Ya Allah aku berlindung kepada engkau dari fitnah yang menyesatkan.’”

Sedangkan tentang fitnah harta dan anak dalam surat Al-Anfal ayat 27, yang berbunyi:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” Sayyib Quthb menyebutkan korelasinya dengan tema amanah dimana harta dan anak sebagai objek ujian Allah yang dapat saja menghalangi seseorang menjalankan amanah Allah dan Rasul-Nya dengan baik. Padahal kehidupan yang mulia adalah kehidupan yang menuntut pengorbanan dan menuntut seseorang agar mampu menunaikan segala amanah yang diemban dalam kehidupannya.
Maka dengan ayat ini Allah ingin memberikan peringatan kepada semua khalifah-Nya agar fitnah harta dan anak tidak melemahkannya dalam mengemban amanah kehidupan dan perjuangan agar meraih kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai fitnah atau ujian, maka kesalahan dalam mendidik anak dapat menjadi sumber malapetaka, sebagaimana harta. Secara norma atau ajaran, antara orang tua dan anak terjadi hubungan hak dan kewajiban; hak orang tua kepada anaknya menjadi kewajiban anak terhadap orang tua, dan kewajiban orang tua kepada anaknya menjadi hak anak terhadap orang tua.
Sebagai orang tua haruslah menyadari bahwa disamping anak itu sebagai nikmat juga merupakan fitnah (ujian) bagi orang tuanya jika tidak mampu menjaganya. Bahkan kadang-kadang anak juga bisa menjadi fitnah lantaran terdapat kekurangan atau kelemahan pada anak itu sendiri yang mengakibatkan fitnah bagi orang tuanya terlebih jika tidak dilandasi oleh iman dan taqwa. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaklah mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak itu sendiri.
Sebagai ujian, seorang anak terkadang membuat orang tua jengkel dan terkadang pula membuat hati orang tua gembira dan bahagia. Oleh karenanya Allah swt. memerintahkan manusia agar berhati-hati dalam mengasuh anak. Firman Allah QS.An-Nisa:14 berbunyi :
“.....Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu itu ada yang menjadi musuh (ujian) bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS.An-Nisa:14).

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah kadang-kadang istri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan berbagai perbuatan yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.

4. Anak sebagai Zinah (Perhiasan)
Sebagai seorang muslim yang baik tentunya kita harus hati-hati dalam mendidik anak. Sesungguhnya agama memperingatkan bahwa anak, seperti juga harta, adalah "perhiasan" hidup di dunia. Sedangkan amal kebaikan yang langgeng atau berlangsung terus selama mendidik dan membesarkan anak dengan penuh kasih sayang dan tanpa meminta imbalan kepada anak atas jasa membesarkannya adalah lebih hakiki dan lebih baik sebagai harapan untuk kebahagiaan, dimana harapan itu adalah pahala yang sangat besar dari Allah SWT.
Dalam pengertian "perhiasan" itu terkandung makna sesuatu yang indah dan menyenangkan. Karena itu anak dapat tumbuh dengan "indah" dan menyenangkan bagi orang lain, khususnya orang tuanya sendiri apabila orang tua tersebut mampu mendidik dan membimbing anak secara tepat sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki anak.
Pengertian "perhiasan" juga mengandung makna sesuatu yang tidak selalu hakiki atau esensial, seperti dialami banyak orang, anak dapat mengecoh atau tampil sebagai barang palsu. Anak pun sama dengan kekayaan, dapat berubah menjadi "milik" palsu yang menyusahkan. Jika orang tua berhasil mendidik anaknya dengan baik, maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang saleh; yakni, termasuk "al-baqiyatu al-shalihat", yang menurut Nabi Saw. merupakan "aset" seseorang untuk jaminan terus tumbuhnya kebahagiaan setelah kematian. Tapi kalau orang tua itu gagal mendidik anaknya dan benar-benar tumbuh menjadi "fitnah" ujian, maka anak tersebut tidaklah menjadi suatu "perhiasan" dalam kehidupan orang tua dan lingkungan sekelilingnya.
Anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia, kekuatan dan keagungan serta benteng pertahanan. Selain itu mereka adalah penyenang hati dan penyejuk jiwa.
Sebagai hiasan keluarga (QS.03:14), anak perlu dijaga keindahan perilakunya sehingga ia benar-benar berfungsi sebagai hiasan yang menyejukkan hati dan indah dipandang mata. Perhatikan firman Allah swt. dalam QS.25:74: “....Dan orang-orang yang berdoa : ‘Ya rabbanaa, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai menenangkan hati kami dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa’” (QS.25:74).

B. Fitrah Beragama pada Anak
1. Pengertian Fitrah Beragama pada Anak
Pengertian fitrah menurut para ulama memiliki beberapa makna, diantaranya:
a. Fitrah berarti Suci
Menurut Al Auza’I, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan rohani. Bila dikatakan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dan dapat menyusun drama kehidupannya, tidak peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apapun ia dilahirkan
Setelah mengalami masa usia sembilan bulan dalam kandungan, bayi akan lahir ke dunia dengan segala anugerah yang diberikan Allah Swt. Ibarat kertas polos yang setiap bayi yang dilahirkan adalah fitrah atau suci. Bagaimana hadits Rasulullah Saw : “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menyebabkan ia mrnjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
b. Fitrah berarti Islam
Menurut Abu Hurairah berpendapat bahwa “yang dimaksud dengan fitrah adalah agama”. Pendapat ini berdasarkan pada hadits Nabi, yaitu : “Bukankah aku menceritakan kepadamu pada sesuatu yang Allah menceritakan kepadaku dalam kitabnya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya berpotensi menjadi orang-orang muslim”.
c. Fitrah berarti Mengakui Ke-Esaan Allah (Tauhid)
Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan.
d. Fitrah dalam Arti Murni (Al-Ikhlas)
Manusia lahir dengan membawa berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Maka dengan demikian beerdasarkan pada hadist Nabi Saw : “Tiga perkara yang menjadikan rahmat, yaitu ikhlas berupa firman Allah dimana manusia diciptakan dari-Nya, shalat berupa agama dan taat berupa benteng penjagaan”.
e. Fitrah berarti Kondisi Penciptaan Manusia yang Cenderung Menerima Kebebasan.
f. Fitrah dalam Arti Potensi Dasar Manusia sebagai aat untuk Mengabdi dan Ma’rifatullah.
g. Fitrah dalam Arti Ketetapan atau Kejadian Asal Manusia Mengenai Kebahagiaan dan Kesesatannya.
h. Fitrah dalam Arti Tabiat Alami Manusia
Manusia lahir dengan membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda-beda. Watak tersebut dapat berubah jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’riatullah.
i. Fitrah dalam Arti Insting (Gharizah) dan Wahyu dari Allah (Al-Munazalah)
Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
1) Fitrah Al- Munazalah
Adalah fitrah luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini akan membentuk petunjuk Al-Quran dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah Al-Gharizahah.
2) Fitrah Al-Gharizah
Adalah fitrah inheren dalam diri manusia yng memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.
2. Fitrah pada Diri Manusia
Fitrah pada manusia:
Agama
Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan suci yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya tersebut, ia secara terbuka menerima kehadirat Tuhan Yang Maha Suci. Berdasarkan Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 30 :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah yang menciptakan manusia menururt fitrah itu. Itulah agama yang lurus tetapi manusia kebanyakan tidak mengetahuinya”.

3. Menjaga Fitrah Anak dengan Pendidikan Beragama
a. Pendidikan Beragama dalam Lingkungan Keluarga
Langkah-langkah praktis dalam mendidik anak yang dapat dicontoh untuk para orang tua atau para pendidik lainnya:
1) Mengerjakan Shalat
Rasulullah SAW bersabda :
“Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) saat mereka berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dengan status hasan).

Jika anak sudah menginjak usia tujuh tahun, pendidik wajib menyuruhnya shalat dan membujuknya untuk melakukan kewajiban ini, sembari menjelaskan tentang keutamaan dan manfaat-manfaatnya, hukuman bagi orang yang meninggalkannya, dan menjelaskan bahwa orang yang tidak shalat diamggap kafir.
2) Mengajarkan Al-Quranul Karim
Rasulullah SAW berssabda:
“Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarakannya (kepada orang lain).” (HR.Bukhari)
Beliau juga bersabda :
“Sesungguhnya dengan Al Kitab (Al-Qur’an) ini Allah mengangkat derajat beberapa kaum dan dengannya pula. Dia merendahkan derajat sebagian yang lain. “(HR.Muslim).
Jika kita menginginkan status yang terbaik dan derajat yang tertingggi bagi anak-anak kita di dunia maupun di akhirat, maka kita harus berusaha keras untuk mengajarinya Kitab Allah dalam bentuk membaca, menghafal, merenungkan, dan mengamalkannya, apalagi dalam tahap perkembangan usia dini yang merupakan fase emas untuk hafalan dan merupakan fase usia yang paling efektif untuk menghafal Kitab Allah.
3) Mengajarkan cara bertutur sapa yang sopan atau berbahasa yang baik.
Sebagai orang tua, kita harus mengajarkan bertutur sapa yang sopan dan baik terhadap anak dalam keluarga maupun di saat anak bersosialisasi dengan teman atau pun masyarakat.
4) Memilihkan sekolah
Orang tua hendaknya selektif dalam memilih sekolah. Pilihan sekolah yang paling berkuaitas, bukan yang paling dekat. Bagaimanapun, sekolah memiliki pengaruh yang besar terhadap muridnya, sebab anak menghabiskan seperempat harinya di sekolah, dan seperempat hari ini merupakan rentang waktu yang terbaik dalam sehari sebagai waktu vitalitas,keseriusan, stamina, dan kegairahan menerima.
5) Mendidiknya untuk mentaati Allah Swt, mentaati Rasul-Nya dan meresahkan adannya pengawasan Allah Swt.
Di antara kewajiban yang terwajib bagi kedua orang tua adalah mendidik anak-anak untuk menaati Allah, menaati Rasul_Nya, mnghormati perintah Allah dan Rasul-Nya, dan merasakan pengawasan Allah SWT, dengna cara menjelaskan kepada anak-anak bahwa ia adalah makhluk yang diciptakan untuk menyembah Allah, dan ibadah menuntut keharusan untuk taat sepenuhnya.
6) Mendidiknya untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak yang nista
Sebagai orang tua, harus memperpadat aktivitas pendidikan pada tahap usia ini dengan mendidik anak untuk berakhlak mulia dan memperingatkannya dari akhlak tercela dan nista.
7) Melindungi dari media-media dan sarana-sarana kebobrokan
Pada masa sekarang ini anak-anak diserang dan dililit badai dari berbagai arah:
a. TV, video, parabola, dan internet;
majalah-majalah kuning yang memilki idealisme destruktif, gambar-gambar porno, buku-buku gamang yang mengjaka para bid’ah dan penyelewengan di bidang akidah maupun moral;
b. telepon yang disalahgunakan.
8) Membiasakan berkonsultasi dan meminta izin kepada orang tua jika ingin bepergian atau ikut jalan-jalan atau mengerjakan suatu hal yang baru.
Dalam hal ini, orang tua bisa memberikan contoh nyata dari dirinya sendiri dengan berkonsultasi dan meminta izin kepada orang tua mereka jika ingin melakukan sesuatu.
9) Membiasakannya meminta izin jika ingin masuk menemui orang tua atau salah satunya di kamar pribadi orang tua.
Allah telah memerintahkan kita agar melakukan hal tersebut dalam firmanNya :
Artinya : “dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat –Nya dan Allah mengetahui bagi mahabijaksana.”(QS. An-Nuur (24):59)

10) Reward and punishment
Hadiah bagi orang-orang yang baik, ditambah dorongan dan pujian serta hadiah yang berharga dan sejenisnya, termasuk hal-hal yang bisa perilaku yang baik. Sementara hukuman dalam ketentuan pokok syara’nya diberlakukan bagi orang yang buruk tingkah laku atau perbuatannya.
11) Teladan yang baik
Orang tua harus jadi teladan yang baik bagi anak-anak dalam hal agama dan akhlak, juga dalam kesigapan menjalankan perintah Rabb dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
12) Diskusi yang baik antara orang tua dan anak
Jika kita mellihat ada kekeliruan perilaku pada perilaku anak-anak kita, maka kita harus segera bergerak untuk meluruskanya.
13) Jauhi sikap memaksa pada anak
Jangan paksa anak kita untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan, sementara ia tidak mau melakukannya atau tidak memiliki minat di dalamnya.
14) Membuatnya takut kepada Allah Swt.
Cara membuat seseorang takut kepada Allah, antara lain:
a) Mengingat kematian dan ziarah kubur.
b) Mengunjungi rumah sakit dan balai-balai pengobatan.
c) Mendorongnya agar memperbanyak amalan sunah dan menekatkan diri kepada Allah.
d) Banyak menyebut surga dan neraka.
e) Mendorongnya untuk gemar membaca buku agama.
b. Pendidikan Beragama dalam Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan formal yang bertujuan untuk mendidik anak ke arah yang lebih baik. Di sekolah anak belajar, dididik, dan mendapatkan teman sebaya dan kawan. Dan yang terpenting ketika anak mrmasuki usia sekolah anak akan bertemu dengan sosok orang tua kedua, yaitu guru.
Tugas seorang guru adalah membantu orang tua untuk membimbing dan mengembangkan potensi anak agar lebih baik dan terarah. Maka dari itu, para orang tua harus menjalin hubungan yang intensif ddengan sekolah dengan cara mengunjungi sekolah sesekali waktu.
Jadi, walaupun anak sudah bersekolah bukan berarti tugas orang tua dalam mendidik anak telah selesai namun orang tua dan pihak sekolah harus bekerja sama dan saling menjalin komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendidik anak.
c. Pendidikan Beragama dalam Lingkungan Masyarakat
Dalam lingkungan masyarakat, anak harus bisa beradaptasi dengan cepat, karena akan lebih mudah mendapatkan relasi atau teman yang bisa membantu anak dikemudian hari. Namun, tidak dielakkan juga kalau teman dapat menjerumuskan anak ke lubang kesesatan.
Seperti sabda Rasulullah SAW : “Seseorang itu akan cenderung mengikuti agama (dan akhlak) temannya, maka hendaklah tiap-tiap kalian memperhetikan siapa yang akan dijadikan teman”. (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, bagi para orang tua harus bisa mendampingi dan menasehati anak agar tidak salah mendapat teman. Sebab seringkali anak salah dan kurang tepat dalam memilih.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan berarti perubahan kuantitatif yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas atau ukuran dan struktur yang bersifat koknret, misalnya perubahan dari kecil menjadi besar, dari pendek menjadi panjang, dari sempit menjadi luas, dan lain-lain. Tidak saja kecil menjadi besar yanh dilihat secra fisik, tetapi ukuran dan struktur raga dalam otak meningkat. Akibatnya adanya pertumbuhan otak yang memiliki kemampuan lebih besar untuk belajar, mengingat dan berfikir. Pertumbuhan bersifat hanya terjadi pada manusia mencapai kematangan fisik, artinya manusia tak akan bertambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhan tubuhnya telah mencapai tingkat kematangan.
Perkembangan berkaitan dengan perubahan kuantitatif dan kualitatif yang merupakan deretan prosesif dan perubahan yang teratur dan koheren. Perkembangan seorang anak akan sangat dipengaruhi oleh proses kematangan yaitu terbukanya karakteristik yang secara potensial sudah ada pada individu itu sendiri yang berasal dari warisan genetik individu, misalnya merangkak, dan berjalan. Perkembangan itu bersifat berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya.
2. Teori-teori Perkembangan
Teori perkembangan bertujuan untuk memberikan suatu kerangka konseptual yang logis dan jelas untuk menggambarkan dan memahami prilaku dan gejala-gejala yang menimbulkan perubahan perkembangan serta prinsip dan mekanisme yang mendasari proses perubahan tersebut. Teori juga dapat membantu memahami gejala-gejala dan membuat ramalan-ramalan tentang bagaimana manusia berkembang dan berprilaku.
Teori perkembangan adalah teori yang difokuskan kepada perubahan antar waktu, dan setidak-tidaknya ada dua peranan penting teori perkembangan, yaitu :
a. Menorganisir dan memberi makna terhadap fakta-fakta atau gejala-gejala perkembangan,
b. Memberikan pedoman dalam melakukan penelitian dan menghasilkan informasi baru. (Miller : 1993)

Maka ada beberapa teori tentang perkembangan manusia, diantaranya :
1) Teori Psikodinamik
Teori ini merupakan teori yang berupaya menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya, teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologi, yang umunya terjadi pada masa anak-anak. Dalam teori ini mempercayai bahwa perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan emosional.
2) Teori Kognitif
Teori ini merupakan teori yang menekankan kepada pkiran-pikiran sadar mereka. Teori ini didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan demikian kemampuan kognitif ini dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan individu tentang dunia.
3) Teori Behavior
Teori ini merupakan teori yang membahas tentang tingkah laku individu, yaitu tentang kegiatan organisme yang dapat diamati dan bersifat umum mengenai otot-otot dan kelenjarkelenjar eksternal sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-bagian tubuh atau pada pengeluaran air mata.

3. Tahap-Tahap Perkembangan
a. Perkembangan masa prenatal dan kelahiran
Periode prenatal ini periode awal perkembangan manusia yang dimulai dari masa konsepsui, yaitu ketika ovum wanita dibuahi oleh sperma laki-laki sampai dengan waktu kelahiran. Dan hal ini terdapat dalam Al-Quran yang menerangkan tentang terbentuknya manusia:
1) QS. As-sajdah (32:7-8)
Artinya: “Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina”.
2) QS. Yaasin' (36:77)
Artinya: “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa kami menciptakannya dari setitik air (mani). Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.”
3) QS. Ath-Thaariq (86:6-7)
Artinya: “Dia diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”
Periode ini merupakan periode perkembangan manusia yang paling singkat, tetapi justru pada periode inilah dipandang terjadi perkembangan yang sangat cepat dalam individu. Pada periode ini mempunyai tahap-tahap perkembangan, yaitu:
a) Tahap Germinal
Tahap ini dimana Germinal (zigot) adalah periode awal kejadian manusia yang berlangsung kira-kira dua minggu pertama dari kehidupan yaitu:
sperma sel telur sperma sel telur
sel baru (zigot) sel-sel bulatan kecil (blastokis).
Setelah itu Blastoksis berubah menjadi tiga lapisa, yaitu lapisan atas, lapisan tengah, lapisan bawah. Lapisan atas berkembang menjadi rambut, gigi, dan kuku. Lapisan tengah berkembang menjadi otot, tulang atau rangka, sistem pembuangan kotoran, dan sistem peredaran darah, serta kulit bagaian dalam. Sedangkan lapisan bawah menjadi sistem pencernaan, hati, pankreas, kelenjar ludah, dan sistem pernapasan. Maka setelah itu Blastoksis menempel di dinding rahim, maka inilah yang disebut dengan embrio, dan menjadi akhir dari tahap geminal.
b) Tahap Embrio
Tahap alaqah yaitu segumpal darah yang semakin membeku. Hal ini tersirat dalam Al-Quran Surat Al-Alaq:2 :
“ Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
Pada tahap embrio dimulai dari 2 minggu sampai 8 minggu setelah perubahan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada semua orga utama dan sistem-sistem fisiologis. Pada periode embrio ini terjadi dua pola pertumbuhan, yaitu:
1) Chephalocaudal, artinya proses pertumbuhan yang dimulai daribagian kepala, kemudian terus ke bagian bawah dan sampai ke bagian ekor, atau kepala, pembuluh darah, dan jantungatau yang paling oemting lebih dahulu berkembang dari pada lengan, tangan, dan kaki.
2) Proximodistal adalah proses perumbuhan yang dimulai dari bagian-bagian yang paling dekat dengan pusat badan, kemudian ke bagian-bagian yang jauh dari pusat badan.
c) Tahap Janin
Tahap janin atau tahap fetus merupakan tahap yang dimulai dari usia 9 minggu sampai akhir. Setelah sekitar 8 minggu kehamilan, embrio memperoleh suatu nama baru yaitu Janin. Dalam tahap ini ciri-ciri fisik orang dewasa secara proporsional mulai terlihat, kepala yang tadinya lebih besar dari badan lebih mengecil, kaki dan tangan mulai meningkat.
Pada bulan ketiga janin mulai menggerakan kepala, tangan, dan kakinya, serta jantungnya mulai berdenyut. Pada usia keempat janin berbentuk seperti manusia. Maka ditiupkan ruh kedalamnya, bersamaan dengan ditentukannya hukum-hukum perkembangan, seprti masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkah laku (sifat, karakter, bakat), kekayaan, batas usia, dan lain-lain.
Pada bulan kelima seorang Ibu dapat merasakn gerakan-gerakan janinnya, seperti menonjo-nonjok, menendang-nendang. Pada bulan selanjutnya janinya makin terlihat bentuk manusia, terutama ketika rambut atau bulu mulai memenuhi kepalanya, dan mulut mulai menonjol. Bulan kedelapan dapat ,enghisap ibu jarinya, matanya mulai berkedip, dan nerkembangnya lemak yang berguna untuk mengatur temperatur badannya setelah kelahiran. Dan dapat mendengar pola-pola suara dari lingkungan luar.
4. Masa Perkembangan Anak-anak Awal
Masa anak-anak awal berlangsung dari umur 2 yahun sampai 6 tahun atau bisa disebut juga sebagai anak prasekolah. Pada periode ini anak mulai sadar bahwa dirinya sebagai pria atau ania, mengatur dirinya sendiri dalam buang air, dan mengenak beberapa hal yang dianggap bahaya. Pertumbuhan fisiknya berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama bayi, ini berlangsung sampai mulai munculnya tanda-tanda pubertas.
Pada usia 3 tahun pertumbuhannya telihat pada giginya sudah mulai tinggi sekitar 80-90 cm. Sedangkan pada usia 5 tahun pertumbuhan anak dapat dilihat dari giginya mulai tumbuh dan dia sudah mulai menyenangi makanan padat seperti daging, dan lain-lain. Pada usia 5 tahun juga pertumbuhan otak sudah mencapai 75% dari ukuran dewasa, dan 90% pada usia 6 tahun.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode praoperasional, yaitu tahapan di mana anak belum menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud operasional di sini adalah kegiatan-krgiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik.
Sedangkan dilihat dari segi agama perkembangan anak-anak awal ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sikap keagamaannya bersifat menerima meskipun banyak bertanya.
b) Pandangan ketuhanannya bersifat dipersonifikasikan
c) Penghayatan rohaniah masih belum mendalam meskipun mereka telah melakukan atau berpatisipasi dalam kegiatan ritual.
d) Hal ketuhanan secara menurut khayalan oribadinya sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentris.
5. Masa Perkembangan Anak Pertengahan dan Akhir Anak-anak
Masa pertengahan berlangsung pada usia 6 tahun hingga tiba waktunya anak matang secara seksual. Permulaan masa pertengahan ditandai dengan masuknya ana ke Sekolah Dasar. Pada usia ini pertumbuhan fisik relatif lambat dan seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, perubahan ini kira-kira 2 tahun menjelang anak menjadi matang secara seksual.
Pada usia 12 tahun perkembangannya yaitu intelektualnya anak sudak dapat mereaksi rangsagan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menurut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif, pada masa ini perkembangan daya piirnya sudah berkembang ke arah berfikir konkret. Masa ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu menklasifikasikan, menyusun, dan menghubungkan atau menghitung angka-angka atau bilangan.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk jadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Perkembangan emosi pada masa perengahan anak-anak akhir ini, anak mulai menyadari bahwa pengukapan emosi yang kasar tidaklah diterima dimasyarakat. Oleh karena itu, anak mulai mengendalikan dan mengontrol emosinya. Kemampuan mengontrol dan menghendalikan emosi ini melalui peniruan dan penelitian.
Pada masa ini perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-ciri, sebagai berikut.
a. Sikap keagamaan bersifat reseftif disertai dengan pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperoleh secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dan keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniyah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai suatu keharusan moral.
Sedangkan dalam sudut pandang Islam, pertumbuhan dan perkembangan diklasifikasikan lebih sederhana, yaitu hanya dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a. Pra baligh
1) Umur 1,5-5 tahun, pengenalan dan pembiasaan terhadap informasi-informasi audio dan visual.
2) Umur 5-7 tahun, pengenalan angka, huruf, dan prinsi-prinsip dasar akidah Islam.
3) Umur 7-9 tahun, menghafal Al-Quran dan hadist
4) Umur 9 tahun, pengajaran metodelogi berfikir, pendalaman ilmu-ilmu alat: tafsir, ulumu Quran, ilmu terapan dan Sains.
b. Baligh
1) Umur 10-11 tahun, bagi perempuan keluar darah haid.
2) Umur 12-15 tahun, bagi anak laki-laki telah ihtilam (mimpi), ketertarikan pada lawan jenis dan emosi yang meledak-ledak
6. Tahap Pertumbuhan Anak
Tahap pertumbuhan, yaitu:
a. Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun.
b. Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akhil baligh.
c. Pertumbuhan cepat pada masa akhil baligh (12-16 tahun).
7. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, yaitu:
a. Faktor Genetis. Tidak semua orang mempunyai panjang atau tinggi badan yang sama. Kemampuan menjadi panjang atau pendek dturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula
b. Beberapa hormon yang mempengaruhi pertumbuhan
c. Hormon pertumbuhan hipofisis mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel pertumbuhan.
d. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang.
e. Hormon kelamin pria ditestis dan kelenjar supra renalis dan pada wanita dikelenjar supra renalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Disamping itu hormon tersebut juga merangsang pematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akhil baligh.

DAFTAR PUSTAKA

Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Al-Hasan, Muhammad Yusuf (2009). Pendidikan anak dalam Islam. [onlin]. Tersedia : www.alsofwah.or.id. 24 Desember 2010.
Suresman, Edi dkk. (2006). Pendidikan Agama Islam. Bandung : UPI PRESS.
Tanpa Nama (2009). Anak adalah amanah. [online]. Tersedia : http://mdanurulamal.webnode.com . 01 Desember 2010.
Tanpa Nama (2010). Fitrah Beragama. [online]. Tersedia : www.wordpress.com. 02 Desember 2010.

27/11/10

Etos Kerja Guru Muslim

A. Konsep Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Berdasarkan sumber-sumber yang telah penulis kumpulkan, terdapat banyak pengertian mengenai Etos Kerja, antara lain :
a. Menurut Khasanah (2004:8) :
Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya.

b. Menurut Geertz (1982:3) : “Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .”
c. Menurut Siregar (200:25) :
Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang.

d. Menurut Usman Pelly (1992:12) :
Etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.

e. Menurut Toto Tasmara (2002):
Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya dalam mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Etos Kerja merupakan suatu totalitas dari sikap, kepribadian, dan karakternya yang diwujudkan secara nyata melalui kerja sehingga dapat memberikan makna di dalam kehidupannya.
2. Fungsi Etos Kerja
Menurut A.Tabrani Rusyan (1989) fungsi etos kerja meliputi: “(a)pendorong timbulnya perbuatan; (b)penggairah dalam aktivitas; dan (c)sebagai penggerak.”
a. Pendorong timbulnya perbuatan
Dalam hal ini, etos kerja berfungsi dalam menggerakan segala perbuatan setiap individu, dimana perbuatan yang diharapkan adalah perbuatan yang positif dan tentunya memberikan makna dan manfaat di dalam khidupan.
b. Penggairah dalam aktivitas
Dengan adanya etos kerja, setiap individu akan memiliki semangat dan gairah dalam melakukan setiap aktivitas atau pekerjaanya.
c. Sebagai penggerak
Dalam hal ini, etos kerja bagaikan mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
3. Cara Menumbuhkan Etos Kerja
Menurut Khasanah (2004) terdapat enam cara untuk menumbuhkan Etos Kerja, antara lain : ‘Menumbuhkan sikap optimis, menjadi diri sendiri, keberanian untuk memulai, kerja dan waktu, konsentrasi, dan niat .’
a. Menumbuhkan sikap optimis dalam diri, dapat dilakukan dengan cara :
• Mengembangkan semangat dalam diri;
• Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai; dan
• Motivasi diri untuk bekerja lebih maju.
b. Menjadi diri sendiri, dapat dilakukan dengan cara :
• Mensyukuri segala yang dimiliki;
• Raihlah cita-cita yang diharapkan.
c. Keberanian untuk memulai, dapat dilakukan dengan cara :
• Jangan buang waktu dengan bermimpi;
• Jangan takut untuk gagal; dan
• Merubah kegagalan menjadi sukses.
d. Kerja dan waktu, dapat dilakukan dengan cara :
• Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu);
• Jangan cepat merasa puas.
e. Kosentrasikan diri pada pekerjaan, dapat dilakukan dengan cara :
• Latihan berkonsentrasi;
• Perlunya beristirahat.
f. Niat bekerja sebagai sebuah panggilan Tuhan, dapat dilakukan dengan cara fokus dan istiqomah terhadap segala yang dikerjakan.

B. Dorongan Islam tentang Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, dan Tanggung Jawab
1. Dorongan Islam tentang Disiplin
Disiplin berasal dari akar kata “disciple“ yang berarti belajar. Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Menurut Toto Tasmara (2002: 88) menyatakan :
Disiplin erat kaitannya dengan konsisten yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan. Dalam hal ini, pribadi yang berdisiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaan serta penuh tanggung jawab memenuhi kewajibannya.

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa.
Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplin dan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dorongan Islam tentang disiplin ini meliputi :
a. Disiplin dalam kehidupan pribadi
Dalam ajaran Islam, banyak ayat Al Qur’an dan Hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59, yang artinya : " Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu……”(An –Nisa: 59).
b. Disiplin dalam penggunaan Waktu
Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Hari yang sudah lewat tak akan datang lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa di dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan penghargaan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan “waktu adalah uang", peribahasa Arab mengatakan “Waktu adalah pedang", atau “Waktu adalah peluang emas", dan kita orang Indonesia mengatakan :" Sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna".
c. Disiplin dalam beribadah
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendah diri hanya kepada Allah yang disertai perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa disiplin dalam beribadah itu mengandung 2 hal :
• Berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah dan makruh.
• Sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya. Perhatikan firman Allah dalam Suat Ali Imran ayat 31 yang artinya :
"Katakanlah : " Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran : 31).
Sebagaimana telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
• Ibadah Mahdah (murni) yaitu bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan allah.
• Ibadah Ghaira Mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada Allah melainkan melalui hubungan kemanusiaan.
d. Disiplin dalam bermasyarakat
Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat, mereka telah memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama, yang harus dihormati dan di hargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.
Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda, mana kala salah satu komponen rusak atau binasa.
Hadits Nabi SAW menegaskan :
“Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari yang sebelah kejari-jari tangan sebelah lainnya.” (H.R.Bukhori Muslim dan Turmudzi).

e. Disiplin Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Negara adalah alat untuk memeperjuangakan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleha para anggota atau warganegara tersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat merupakan prasyarat untuk berdirinya suatu negara. Tujuan dibentuknya suatu negara adalah agar seluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan.
Rasulullah bersabda yang artinya :
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat”.
(H.R.Bukhari Muslim).

2. Dorongan Islam tentang Kerja Keras
Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan tercela dalam agama Islam. Umar bin Khattab pernah menegur seseorang yang sering duduk berdo’a di masjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu duduk di masjid dan berdo’a,“Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak.
Maksud perkataaan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya berdo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
Al-Qur’an menanamkan kesadaran bahwa dengan bekerja keras berarti kita merealisasikan fungsi kehambaan kita kepada Allah, dan menempuh jalan menuju ridha-Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan memberi manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Dengan tertanamnya kesadaran ini, mendorong seorang muslim atau muslimah akan berusaha mengisi setiap ruang dan waktunya hanya dengan aktivitas yang berguna. Semboyannya adalah “tiada waktu tanpa kerja, tiada waktu tanpa amal.”

3. Dorongan Islam tentang Kreatif
Definisi kreatif memiliki kaitan dengan beberapa kata seperti proses berpikir, perilaku, kebiasaan, karya dan sebagainya. Orang yang memiliki kreativitas akan lebih mudah untuk maju dan berkembang serta berhasil dalam menjalani kehidupannya. Definisi tersebut menggambarkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses mental yang terjadi denga melibatkan pemikiran baru (new idea or concept) atau pembaruan pemikiran yang sudah ada (exist) sebelumnya, dimana pemikiran tersebut bersumber dari pemahaman yang mendalam.
Dalam Islam, kreativitas seorang muslim harus diarahkan untuk mengekspresikan kebenaran absolut yang dimilikinya dan untuk menambah keimanan. Sebagai muslim, kita diharuskan untuk dekat dengan ‘sisi kreatif’ berdasarkan spiritualitas , dimana kreativitas dikembangkan melalui ibadah kita seperti shalat, shaum, bersedekah, berdo’a, mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah dan makna-makna di dalam Al-Qur’an.
Dalam Islam, kreativitas tidak boleh keluar dari rel akidah, syariat, dan akhlak Islam. Kreativitas apapun namanya, jika bertentangan dengan akidah Islam, maka hal itu tidak dapat ditolerir atas nama apapun karena pada hakikatnya hal itu bukanlah sebuah tindakan yang terhormat namun sekadar mencari sensasi dan mencari popularitas dengan melecehkan, mengolok-olok, dan mempermainkan agama serta tindakan itu bisa menyebabkan pelakunya menjadi murtad.
Seorang muslim harus mengarahkan kreativitasnya dalam hal-hal yang mendatangkan pahala dan keridhaan Allah Swt. Karena para nabi dan rasul pun telah Allah bekali dengan kreatifitas dalam rangka membumikan risalah yang mereka emban.
Pada tingkat yang paling tinggi orientasi kreativitas maupun kegiatan seorang muslim haruslah mencerminkan tujuan hidup seorang muslim yaitu beribadah kepada Allah Swt. untuk memperoleh sebuah rumah di surga kelak sehingga menjauhkan diri dari api neraka di akhirat.

4. Dorongan Islam tentang Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatu, dan menanggung akibatnya. Titipan yang menjadi tanggungannya disebut dengan amanah. Sikap amanah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya memertahankan prinsip dan kemudian bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya tersebut dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat yang berkesesuaian.
Dorongan Islam tentang tanggung jawab, tercantum dalam surat Al Mudatstsir ayat 38 dinyatakan :
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (38)
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya” (Al-Mudatsir:38).
Berdasarkan ayat ini, jelas bahwa setiap individu harus bertanggung jawab terhadap segala bentuk perbuatannya dan tidak meremehkannya perbuatan baik sekecil apapun serta tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi. Karena, boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya.
Allah SWT menyatakan
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ(12)
Artinya: “Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. (Yaasiin:12).
Ayat ini menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An-Nahl 25 :
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ(25)
Artinya:
“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. Ingatlah amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.”
(An-Nahl:25).

Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara misalnya, bertanggung jawab atas perilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya.
Hal ini ditegaskan Allah sebagai berikut:“Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim:6) .
Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..”(Al Hadits).
Baik dan buruknya prilaku dan keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Bila mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas sehingga kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan rakyat juga dibebani pertanggungjawaban itu..
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat tersebut kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada rakyatnya , menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya dengan orang yang sholeh. Pertolongan Allah tergantung niat sesuai dengan firman Allah :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (11)
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah akan ditunjuki hatinya danAllah Maha Mengetahui atas segala sesuatu. “(At-Taghobun:11)

C. Memelihara Etos Kerja yang Baik
Bekerja menempati kedudukan yang paling penting dalam Islam. Dengan bekerja seseorang akan dapat melangsungkan kehidupannya. Selain itu, bekerja juga merupakan suatu ibadah.
Menurut Dr. Thohir Luth, M.A (2001:38) “Setiap pekerja terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara islami karena pekerjaan yang ditekuninya bernilai ibadah”.
Untuk itu kita sebagai umat islam harus mampu menumbuhkan dan memelihara etos kerja yang baik. Cara memelihara etos kerja itu sendiri dapat dilkukan dengan cara:
1. Memiliki niat ikhlas karena Allah SWT
Niat yang ikhlas merupakan landasan setiap aktivitas kita. Niat hanya krena Allah, akan menyadarkan kita bahwa Allah swt sedang memantau kita kerja,Allah hendaknya menjadi tujuan kita, segala sesuatu yang kita peroleh wajib disyukuri, rezeki harus digunakan dan dibelanjakan pada jalan yang benar dan menyadari apa saja yang kita peroleh pasti ada pertanggung jawaban kepada Allah SWT. Nilai pekerjaan kita bisa menjadi ibadah atau tidak sangat bergantung pada niat untuk apa kita melaksanakan sesuatu. Dalam pengertian sederhana, manusia akan diperhitungkan perbutannya sesuai dengan niatnya.
Rasulullah Saw. Bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “ Sesunguhnya segala perbuatan bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya seseorang akan memperolh (pahala) sesuai dengan apa yang ia niatkan….”(HR.Syaikhain).
2. Merasa Terpantau
Merasa terpantau artinya menyadari sesungguhnya bahwa segala sesuatu apa saja yang kita kerjakan tidak pernah lepas dalam rekaman dan penglihatan yang Maha Kuasa.
Sebagaimana firman Allah :
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah-pun niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan secara dzarah pun, niscaya akan melihat (balasannya)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)

3. Berlaku jujur
Jujur adalah kesucian murni yang memberikan jaminan kebahagiaan spiritual karena kebenaran berbuat, ketepatan bekerja, bisa dipercaya dan tidak mau berbuat dosa.
4. Amanah (dapat dipercaya)
Seseorang memberi kepercayaan kepada orang lain karena orang dipandang jujur. Dengan demikian kepercayaan yang diterimanya itu adalah satu penghargaan moral yang teramat mahal.
5. Bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
6. Membangun budaya kerja yang bermoral positif.
7. Mempunyai kemauan yang sungguh-sungguh.
8. Mempunyai moral yang tepuji dan tangguh dalam mengambil keputusan.
9. Mampu berkomunikasi secara sehat antar sesama pekerja dan pimpinan-pimpinannya.
10. Sopan santun terhadap lingkungan sekitar, terutama sesama mitra kerja.
Menurut K.H Toto Tasmara (2002) hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai etos kerja yang islami adalah: “Percaya diri dan optimis, jiwa yang merdeka, Allah always in my heart, berwawasan memiliki kemampuan bersaing. berpikir positif, memiliki harga diri, dan berorintasi kedepan “.

D. Dampak Ajaran Islam terhadap Etos Kerja
Al-Qur’an sebagai pedoman kerja kebaikan, kerja ibadah, kerja taqwa atau amal shalih, memandang kerja sebagai kodrat hidup. Al-Qur’an menegaskan bahwa hidup ini untuk ibadah (adz-Dzariat: 56). Maka, kerja dengan sendirinya adalah ibadah, dan ibadah hanya dapat direalisasikan dengan kerja dalam segala manifestasinya (al-Hajj: 77-78, al-Baqarah:177).
Jika kerja adalah ibadah dan status hukum ibadah pada dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat individual, atau fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Hal ini berhubungan langsung dengan pertanggung jawaban amal yang juga bersifat individual, dimana individullah yang kelak akan mempertanggungjawabkan amal masing-masing. Untuk pekerjaan yang langsung memasuki wilayah kepentingan umum, kewajiban menunaikannya bersifat kolektif atau sosial, yang disebut dengan fardhu kifayah, sehingga lebih menjamin terealisasikannya kepentingan umum tersebut. Namun, posisi individu dalam konteks kewajiban sosial ini tetap sentral.
Setiap orang wajib memberikan kontribusi dan partisipasinya sesuai kapasitas masing-masing, dan tidak ada toleransi hingga tercapai tingkat kecukupan (kifayah) dalam ukuran kepentingan umum.
Syarat pokok agar setiap aktivitas kita bernilai ibadah ada dua, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Ikhlas, yakni mempunyai motivasi yang benar, yaitu untuk berbuat hal yang baik yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh agama. Dengan proyeksi atau tujuan akhir meraih mardhatillah.
Kedua, shawab (benar), yaitu sepenuhnya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh agama melalui Rasulullah Saw untuk pekerjaan ubudiyah (ibadah khusus), dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama dalam hal muamalat (ibadah umum). Ketentuan ini sesuai dengan pesan Al-Qur’an.
Ketika kita memilih pekerjaan, maka haruslah didasarkan pada pertimbangan moral, apakah pekerjaan itu baik (amal shalih) atau tidak. Islam memuliakan setiap pekerjaan yang baik, tanpa mendiskriminasikannya, apakah itu pekerjaan otak atau otot, pekerjaan halus atau kasar, yang penting dapat dipertanggungjawabkan secara moral di hadapan Allah. Pekerjaan itu haruslah tidak bertentangan dengan agama, berguna secara fitrah kemanusiaan untuk dirinya, dan memberi dampak positif secara sosial dan kultural bagi masyarakatnya. Karena itu, tangga seleksi dan skala prioritas dimulai dengan pekerjaan yang manfaatnya bersifat primer, kemudian yang mempunyai manfaat pendukung, dan terakhir yang bernilai guna sebagai pelengkap.
Dengan adanya etos kerja yang baik, diharapkan dapat memberi dampak yang baik pula pada hasil kerja dan tujuan kerja yang nantinya dapat dipergunakan untuk kebaikan, memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga, menjaga diri dari pengangguran dan tindak kejahatan, menabung untuk hari tua dan hasrat meninggalkan warisan untuk anak dan cucu, dan bekerja untuk kepentingan orang lain, jika ditempuh dengan cara yang tidak baik maka hal ini tidak diperbolehkan (haram). Karena menurut islam antara tujuan dan cara kerja harus sama baik (halal).
Penerapan nilai-nilai agama yang berkaitan dengan etos kerja diharapkan mampu menjadi bagian dan inti sistem dari nilai-nilai yang ada dalam kerja bagi individu dan masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong atau penggerak serta mengontrol dari tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap hidup dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam, terutama dikaitkan dengan kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam, yang diharapkan mempunyai dampak yang langsung terhadap etos kerja individu dan masyarakat.
Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah Saw bersabda: “Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada.” (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: “Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari).
Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat tinggal asal (kampung halaman) tertutup, maka orang-orang yang mengalami hal tersebut dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya karena bumi Allah luas dan rezeki-Nya tidak terbatas di suatu tempat, sebagaimana Firman Allah SWT : “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…...” (QS. an-Nisa’:100).
Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima shadaqah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: “Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri.” (H.R. Muslim).
Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, “mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbul’alamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri”.
Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan. Umat Islam diminta bergandeng tangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya.
Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Perlu kita sadari, bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib kita tanpa kita sendiri mengubah nasib kita, dan oleh karena itu kita harus menjaga dan meningkatkan etos kerja kita agar kita tidak tertinggal oleh yang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”
(QS.13/ ar-Ra’d: 11).

Oleh karena itu, setiap seorang muslim harus tetap optimis dalam keadaan bagimanapun. Ia harus bekerja dan berkarya terbaik bagi diri dan sekitarnya, tetap beristiqamah mempertahankan identitas seorang muslim yang memiliki sifat sebagai pekerja keras dan berusaha menjauhkan diri dari sifat ketergantungan dan mengharapkan belas kasihan orang lain.

E. Etos Kerja Guru Muslim yang Ideal
Kemuliaan seorang pengajar atau guru muslim dalam etos kerja bergantung kepada karakter dan apa yang dilakukannya.
Adapun karakter-karakter guru muslim yang ideal menurut Mahmud Khalifah dan Usamah Quthub (2009:40), diantaranya :
1. Ruhiyah dan akhlakiyah, misalnya dengan beriman kepada Allah, beriman kepada Qada’ dan Qadar Allah, beriman dengan nilai-nilai Islam yang abadi, melakukan perintah-perintah yang diwajibkan agama dan menjauhi segala yang dilarang agama, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
2. Asas dan penopang guru dalam mengajar adalah untuk menyebarkan ilmu dan demi merengkuh pahala akhirat, sebagaimana sabda Rasullah Saw :
“Sampaikanlah ilmu yang berasal dariku (kepada umat manusia) walaupun hanya satu kalimat.”
3. Tidak emosional, guru mampu mengekang diri, meredam kemarahan, teguh pendirian, dan jauh dari sikap sembrono atau sikap yang tidak didasari dengan pemikiran yang matang.
4. Rasional, guru harus pandai, mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik, cerdas dan cekatan, serta kuat daya ingatnya.
5. Sosial, guru harus dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain, baik dikala senang maupun susah, khususnya dengan orang-orang yang bertanggung jawab dalam dunia pendidikan.
6. Fisik yang sehat, guru senantiasa menjaga kesehatan badan, memiliki ketangkasan tubuh, dan keindahan fisik.
7. Profesi, guru harus memiliki keinginan dan kecintaan yang tulus untuk mengajar, serta yakin atas manfaat dari pengabdiannya terhadap masyarakat.

Karakter-karakter tersebut mempengaruhi etos kerja seorang guru. Adapun pengaplikasian karakter-karakter guru tersebut dalam etos kerja antara lain :
1. Setiap guru muslim ketika akan melakukan suatu pekerjaan maka hendaknya ia selalu berniat dengan niatan dengan niatan ibadah dan dalam upaya mencari ridho Allah SWT. Tanpa niat ibadah, maka pekerjaan yang ia lakukan hanya sebatas bermanfaat di dunia dan bukan termasuk amal akhirat. Hal yang demikian itu merupakan pekerjaan yang sia-sia dan sangat merugikan, demikian sesuai firman Allah SWT QS. Al-An’aam:162-163.
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya tiap-tiap amal (perbuatan) itu bergantung kepada niatnya; barang siapa hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka berarti ia betul-betul hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrah karena dunia yang akan ia miliki dan wanita yang akan ia nikahi maka berarti ia berhijrah pada apa yang telah ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
2. Setiap guru muslim hendaknya selalu taat dan patuh pada peraturan dimana ia bekerja selama peraturan tersebut tidak melanggar aturan-aturan Allah SWT, demikian sesuai dengan firman Allah SWT QS. An-Nissa:59. Bagi seorang guru, profesi ini penuh pengabdian kepada masyarakat, dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungan dengan teman sejawatnya.
3. Setiap guru muslim harus melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dengan maksimal agar dapat mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia karena pekerjaan itu merupakan suatu amanah. Oleh sebab itu amanah tersebut harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Menunaikan amanah dalam islam hukumnya wajib, demikian sesuai firman Allah SWT QS. An-Nissa : 58.
Demikian sesuai hadits Rasulullah Saw:
“Setiap kamu adalah seorang pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban akan kepemimpinannya. Penguasa itu pemimpin atas rakyatnya dan ia harus bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Wanita (istri) itu pemimpin di rumah suaminya dan ia harus bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan pembantu itu pemimpin atas harta majikannya dan ia harus bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

4. Setiap guru muslim hendaknya bekerja secara profesional, artinya sesuai dengan kemampuan dan keahlian sesuai dengan aturan dan kode etik profesi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Israa:84.
Hadits Rasulullah SAW menyebutkan : “Apabila suatu pekerjaan tidak diberikan kepada ahlinya maka tunggu saja saat kehancurannya.” (HR. Bukhari).
Sebagai figur guru muslim yang ideal sebuah profesionalisme juga sangat penting. Guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Menurut prof. Dr. Oemar Hamalik (2008:38) , berdasarkan pendekatan kompetensi, guru yang dinilai kompeten secara profesional, apabila:
a. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.
b. Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil.
c. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah.
d. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.

5. Setiap guru muslim harus bersikap jujur, sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Ahzab : 54.
6. Setiap guru muslim harus bekerja penuh tanggung jawab dan tidak diperkenankan berbuat curang yang dapat merugikan pihak atau orang lain, demikian sesuai firman Allah SWT QS. Al-Muthaffifin:1-7. Adapun sejumlah tanggung jawab yang di emban oleh seorang guru dalam bidang pendidikan diantaranya yaitu:
a. Guru memiliki tanggung jawab moral karena setiap guru berkewajiban menghayati dan mengenalkan pancasila dan bertanggung jawab mewariskan moral pancasila itu serta nilai Undang-Undang Dasar 1945 kepada generasi muda. Guru harus mampu melaksanakan dan menerapkan moral Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
b. Guru bertanggung jawab dalam bidang pendidikan di Sekolah. Tanggung jawab ini direalisasikan dalam bentuk melaksanakan pembinaan kurikulum, menuntun para siswa belajar, membina pribadi, watak, dan jasmaniah siswa, menganalisis kesulitan belajar, serta menilai kemajuan belajar para siswa.
c. Guru bertanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan yang mana guru turut bertanggung jawab memajukan kesatuan dan persatuan bangsa, menyukseskan pembangunan nasional, serta menyukseskan pembangunan daerah khususnya yang dimulai dari daerah di mana dia tinggal.
d. Guru bertanggung jawab dalam bidang keilmuan. disini guru juga bertanggung jawab untuk memajukan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan dalam bentuk mengadakan penelitian dan pengembangan.
7. Setiap guru muslim hendaknya mampu bekerja sama dalam melaksanakan pengajarannya baik dengan siswa, orang tua, ataupun masyarakat. Hal tersebut merupakan cerminan nilai atau spirit konsep berjama’ah dalam sholat. Kerja sama merupakan nilai luhur yang harus senantiasa dijunjung tinggi oleh setiap guru muslim, sebagaimana firman Allah QS. Al-Maidah:2.
8. Setiap guru muslim hendaknya selalu memanfaatkan waktu semaksimal mungkin dan seefektif mungkin di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Asyr:1-3.
9. Setiap guru muslim hendaknya selalu bersikap efesiensi dalam melakukan pengajaran kepada anak didiknya sehingga ia tidak melakukan pemborosan. Ia menyadari bahwa pemborosan itu dilarang keras dalam ajaran islam. Pemborosan merupakan perbuatan syaitan, demikian sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Israa:26-27.
10. Setiap guru muslim hendaknya selalu bersikap kreatif dan inovatif dalam membuat media, memilih metode, dan tidak boleh monoton apalagi stagnan dan mengarah kepada penurunan fasilitas dan kualitas.
Demikian sesuai hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang amal usahanya lebih baik daripada hari kemarin maka orang itu termasuk orang yang beruntung. Dan jika amal usahanya sama dengan yang kemarin maka termasuk orang yang merugi. Dan jika amal usahanya lebih buruk dari kemarin maka orang itu termasuk orang yang tercela.” (HR. Thabrani).

11. Setiap guru muslim dalam menjalankan pengajaran hendaknya ia selalu disertai sikap tawakal kepada Allah SWT dan disertai sikap qona’ah terhadap apa pun keputusan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga apa pun kesuksesan yang dicapai tidak menimbulkan kesombongan, ketakaburan, dan tidak mengagung-agungkan diri sendiri apabila menerima kegagalan dan ketidaksuksesan maka ia tidak stres dan tidak frustasi. Ia menyadari bahwa dirinya hanya merupakan hamba Allah SWT dan di luar kekuasaan dirinya, ada kekuasaan dan ada qadlo serta qadar Allah SWT, demikian sesuai firman Allah SWT QS. Al Imraan:159. Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hadiid:22-23.
12. Setiap guru muslim hendaknya selalu menyadari bahwa pekerjaan yang ia lakukan kelak akan dimintai pertangguungjawabannya di hadapan Allah SWT, hal demikian sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Mujadilah:6
Berdasarkan penjelasan mengenai karakter-karakter guru muslim yang ideal dalam etos kerja diatas dapat diketahui bahwa betapa pentingnya etos kerja seorang guru menurut pandangan Islam.

F. Upaya Meningkatkan Etos Kerja
Menurut Siregar (2000) dalam meningkatkan Etos Kerja perlu adanya pembinaan dalam diri mengenai aspek kecerdasan yang meliputi :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.

Adapun beberapa upaya dalam meningkatkan etos kerja guru yang penulis simpulkan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, antara lain:
1. Adanya reward and punishment bagi seorang guru. Reward disini dimaksudkan memberikan hadiah kepada guru yang berprestasi atau guru yang selalu melaksanakan tugasnya dengan baik agar memotivasi dirinya untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pengajar. Sedangkan, punishment atau hukuman ini ditujukan kepada guru yang telah melalaikan tugasnya atau melanggar peraturan agar bisa memperbaiki perilakunya untuk menjadi lebih baik.
2. Adanya penghargaan bagi guru teladan atau berprestasi, misalnya dengan membuat lukisan penghormatan yang diatasnya dituliskan nama guru, prestasi yang pernah diraihnya, dan sekilas riwayat hidupnya. Kemudian memberikan penghormatan dan ucapan terima kasih dihadapan para guru, siswa, dan wali murid.
3. Adanya penilaian hasil kerja guru. Dalam hal ini, penilaian dilakukan dengan melakukan evaluasi kerja guru, sejauh mana ketercapaian kinerjanya dalam memberikan pengajaran kepada siswa-siswanya.
4. Guru melakukan studi banding ke beberapa sekolah lain yang lebih baik. Melalui hal ini, diharapkan dapat menambah wawasan guru mengenai pembelajaran yang lebih baik sehingga guru termotivasi untuk menciptakan model atau strategi pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan perkembangan anak didiknya.

Bimbingan anak tuna rungu


A. Pengertian Tunarungu
Pada umumnya, orang normal dapat menangkap suara atau bunyi pada kisaran 0-25 dB sedangkan di atas ukuran tersebut dapat dikategorikan mempunyai gangguan pendengaran atau disebut dengan tunarungu. Individu dengan Hambatan Sensori Pendengaran (Tunarungu) adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan pendengaran yang disebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengarannya sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Sedangkan menurut Ashman dan Elkins (1994),
Ketunarunguan (hearing loss) adalah satu istilah umum yang menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi tuli (deafness) terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya. Sejumlah variabel (derajat, jenis, penyebab dan usia kejadiannya) berkombinasi di dalam diri seorang siswa tunarungu mengakibatkan dampak yang unik terhadap perkembangan personal, sosial, intelektual dan pendidikannya, yang pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi pilihan gaya hidupnya pada masa dewasanya (terutama kelompok sosial dan pekerjaannya).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Sedangkan, Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran di atas 25 dB.

B. Karakteristik Tunarungu
1. Karakteristik fisik, meliputi :
a. Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk karena daya keseimbangannya terganggu;
b. Gerakan kaki dan tangannya lincah/ cepat sebab sering digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya, sebagai pengganti bahasa lisannya;
c. Gerakan matanya cepat dan bringas, apabila organ ini tidak dijaga dengan baik dapat berakibat kemampuan melihat menurun karena selalu digunakan sebagai pengganti alat pendengarannya;
d. Kemampuan pernapasannya pendek-pendek terganggu, sehingga tidak mampu berbahasa dengan baik.
2. Karakteristik dalam segi bicara/bahasa, meliputi :
a. Biasanya individu yang tuli juga mengalami ketidakmampuan dalam berbahasa;
b. Tunarungu yang diperoleh sejak lahir dapat belajar bicara dengan suara normal;
c. Anak tunarungu miskin dalam kosakata;
d. Dia mengalami kesulitan di dalam mngartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak;
e. Dia kurang mnguasai irama dan gaya bahasa ; dan
f. Dia mengalami kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbicara.
3. Karakteristik kepribadiannya, meliputi :
a. Anak tunarungu tidak berpendidikan, cenderung murung, penuh curiga, curang, kejam, tidak simpati, tidak dapat dipercaya, cemburu, tidak wajar, egois, ingin membalas dendam, dan sebagainya;
b. Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun emosi; dan
c. Anak tunarungu menunjukkan kondisi yang lebih neurotik, mengalami ketidakmampuan, dan berkepribadian tertutup (Introvert).
4. Karateristik emosi dan sosialnya, meliputi :
a. Suka menafsirkan secara negatif;
b. Kurang mampu dalam mengendalikan emosinya dan sering emosinya bergejolak;
c. Memiliki perasaaan rendah diri dan merasa diasingkan; dan
d. Memilki rasa cemburu karena merasa tidak diperlakukan dengan adil serta sulit bergaul.

C. Jenis-jenis Tunarungu
Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya..
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan parah (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual.
D. Kurikulum
Secara umum bahan pelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) khususnya di SLBSD sama dengan bahan pelajaran yang diberikan di sekolah biasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat 1, menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Delapan mata pelajaran tersebut antara lain : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Muatan isi pada setiap mata pelajaran pada SDLB A,B,D,E pada dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhannya khusus, maka diperlukan modifikasi dan/atau penyesuaian secara terbatas.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Sedangkan, Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Pembelajaran untuk kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan pelajaran.
Jumlah jam pembelajaran SDLB A,B,D,E kelas I, II,III berkisar antara 28 – 30 jam pembelajaran/minggu dan 34 pembelajaran/minggu untuk kelas IV,V,VI kelebihan 2 jam pembelajaran dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus.

E. Sistem Layanan
Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis.
Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.
Pada realitanya, pelaksaan sistem integrasi ini masih sangat terbatas untuk penyandang kelainan yang termasuk kategori yang ringan, dan hanya bagi mereka yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh sekolah reguler yang akan menerimanya. Jadi masih ada diskriminasi pelayanan pendidikan (Ekslusif), karena tidak semua penyandang kelainan dapat menikmati sistem pendidikan integrasi tersebut.
Pada era globalisasi ini, promosi penegakan Hak Asasi Manusia semakin marak dalam kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia, yaitu munculnya pandangan baru bahwa semua penyandang kelainan khusunya tunarungu mempunyai hak yang sama untuk dididik bersama-sama dengan teman sebayanya di sekolah reguler. Dengan kata lain anak tunarungu tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan semacam ini, kita kenal dengan pendidikan inklusi.

F. Metode Pengajaran
Berikut metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada anak tuna rungu, yaitu :
1) Belajar Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Belajar melalui membaca ujaran adalah belajar dimana anak dapat memahami pembicaraan orang lain dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994).
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).
2) Belajar Melalui Pendengaran
Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa belajar melalui pendengaran dimana individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton, 1997).
Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan baterai dan earmould yang tidak cocok.
3) Belajar secara Manual
Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa komunikasi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif.
Ketiga metode pengajaran di atas dapat digabungkan dengan metode pembelajaran yang sama dengan sekolah umum, contohnya metode tanya jawab, demonstrasi, dan sebagainya.

31/03/10

ILJIMAE

Details

  • Title: 일지매 (一枝梅) / Iljimae
  • Genre: Historical
  • Episodes: 20
  • Broadcast network: SBS
  • Broadcast period: 2008-May-21 to 2008-Jul-24
  • Air time: Wednesday & Thursday 21:55
  • Related Series: The Return of Iljimae, Il-Ji-Mae

Synopsis

Set during the Joseon Dynasty, Yong acted as a hooligan in the marketplace by day but at night he was a thief who robbed corrupted government officials to give to the poor. After each robbery he left behind a painting depicting a plum tree branch to make his mark and was thus named Iljimae. His main purpose was not so much to rob but to search for the owner of a specially designed sword which he saw as a child was used to kill his father, a loyal subject of the emperor. Eun Chae is a government official's daughter who despite her upbringing has a lot of empathy towards the poor. She met Iljimae by chance and couldn't help admiring him for what he stood for even though she had never seen his face.

Cast

Extended Cast


Recognitions

  • 2008 SBS Drama Awards: Male Top Excellence Award (Lee Joon Ki)
  • 2008 SBS Drama Awards: Netizen Highest Popularity Award (Lee Joon Ki)
  • 2008 SBS Drama Awards: Male Supporting Award - Special Drama (Lee Moon Shik)
  • 2008 SBS Drama Awards: Male Young Star Award (Yeo Jin Goo)
  • 2008 SBS Drama Awards: Female Young Star Award (Kim Yoo Jung)

Notes

Production Credits



yeah....di atas adalah sinopsis serta para pemain yang saya browsing... you can see in wikipedia drama korea...
hmm...secara singkat film ini bercerita tentang seorang laki2 yang mencari pembunuh ayahnya yang difitnah sebagai pemberontak..
jika dilihat2 cerita film ini tidak jauh berbeda dengan film robin hood...yeah dia menjadi seorang pencuri dan memberikan hasil curiannya kepada orang2 yang miskin...namun disini, dia mencuri hanya untuk menutupi pencariannya itu...
well, bagi kalian yang suka film drama korea saeguk, drama ini akan cocok untuk kamu tonton bersama keluarga..
for you information, kamu bisa liat film ini di JAKTV every monday until friday at 05.00 pm