04/05/11

model model pembelajaran berbicara

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Berbicara
Terdapat beberapa pengertian mengenai berbicara, di antaranya sebagai berikut ini.
“Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan” (Depdiknas, 2005:165).
Menurut Tarigan, Martini, dan Sudibyo (1998:34), berbicara adalah “Keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan”. Dalam pengertian ini, pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yaitu bunyi bahasa. Pendengar kemudian mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi suatu bentuk pesan yang bermakna.
Menurut Tarigan (1983:15), berbicara adalah “Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan dengan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.


B. Tujuan Berbicara
Djuanda (2008:55) mengemukakan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sudah seharusnya pembicara memahami makna segala yang ingin dikemukakannya.
Tarigan (Djuanda, 2008:55) mengemukakan lima tujuan berbicara, antara lain sebagai berikut ini.
1. Berbicara untuk menghibur.
Berbicara untuk menghibur para pendengar ini lebih difokuskan pada kegiatan berbicara untuk menyenangkan pendengar dengan berbagai cara. Berbicara tentang kisah-kisah jenaka, humor, atau kisah yang lucu kepada pendengar merupakan berbicara dengan tujuan menghibur yang biasanya dilakukan oleh pelawak atau orang yang biasa melucu. Dengan demikian, suasana pembicaraan yang bertujuan untuk menghibur ini biasanya santai, rileks, dan menyenangkan.
2. Berbicara untuk menginformasikan.
Berbicara untuk menyampaikan informasi, melaporkan, dilaksanakan apabila seseorang ingin: (1) menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal, (3) memberi, menyebarkan atau menanam pengetahuan, (4) menjelaskan kaitan hubungan relasi antar benda atau peristiwa. Berbicara untuk menyampaikan informasi ini banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. misalnya bagaimana seorang penjual yang datang dari rumah ke rumah untuk mendagangkan dagangannya. Atau pegawai kelurahan yang menjelaskan cara-cara menanggulangi flu burung kepada warganya.
Berbicara untuk menginformasikan, ada beberapa macam bentuk kegiatan yang termasuk jenis kegiatan berbicara untuk menyampaikan informasi misalnya melaporkan secara lisan, melakukan wawancara, dan berdebat. Adapun langkah-langkah dalam melaporkan informasi secara lisan ialah memilih topik, mengumpulkan dan menyusun informasi, mengumpilkan benda-benda untuk memvisualkan informasi (diagram, peta, gambar, dll) dan menyajikan laporan. Tema pembelajaran yang telah ditentukan. Kemudian pembelajaran tersebut dikembangkan dengan beberapa hal penting mengenai topik tersebut. Pengembangan topik ini dapat dilakukan dengan menggunakan kata tanya: siapa, apa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana.
3. Berbicara untuk menstimulasi.
Berbicara untuk menstimulasi pendengar ini jauh lebih kompleks. Pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, meyakinkan, pendengarnya agar turut pada keinginan pembicara. Misalnya para mahasiswa demonstran yang berusaha menstimulasi para anggota demonstran sendiri dan anggota dewan untuk melakukan yang dikehendai mereka. Hal ini dapat tercapai dengan maksimal jika pembicara tahu benar latar, kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya. Berdasarkan itulah pembicara membakar semangat dan emosi pendengarnya baik sesama demonstran maupun pendengar yang dituju oleh demonstrasi tersebut. Sehingga akhirnya pendengar tergerak untuk mengerjakan apa-apa yang dikehendaki pembicara.
4. Berbicara untuk meyakinkan.
Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan adalah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu agar apa yang dibicarakan dapat dituruti dan dipahami kebenarannya. Dengan berbicara meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah dari yang tadinya menolak bisa jadi menerima, yang tidak setuju atau ragu-ragu menjadi setuju.
5. Berbicara untuk menggerakan.
Berbicara dengan tujuan menggerakkan merupakan kelanjutan dari berbicara meyakinkan. Melalui kepintaran membakar semangat, meyakinkan pendengarnya, memanfaatkan situasi, serta ditambah penguasaan ilmu jiwa masa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.

C. Jenis-Jenis Berbicara
Tarigan, Martinie dan Sudibyo (1998 :46) mengemukakan bahwa ada lima landasan yang digunakan dalam mengklarifikasi berbicara. Kelima landasan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Situasi
Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung alam suasana, situasi dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal (resmi) ataupun informal (tidak resmi). Setiap situasi menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal pembicara dituntut berbicara secara formal begitu pula sebaliknya.
Logan dkk. (Tarigan, Martini dan Sudibyo, 1998:46) menyatakan jenis - jenis (kegiatan) berbicara informal, meliputi :
a. tukar pengalaman,
b. percakapan,
c. menyampaikan berita,
d. menyampaikan pengumuman,
e. bertelepon, dan
f. memberi petunjuk.

Untuk jenis - jenis (kegiatan) berbicara formal menurut Logan dkk. (Tarigan, Martini, dan Sudibyo, 1998:46), meliputi :
a. ceramah,
b. perencanaan dan penilaian,
c. interview,
d. prosedur parlementer, dan
e. bercerita.

2. Tujuan
Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan pembicara tersebut dapat pula diklasifikasikan berbicara menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Berbicara menghibur
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan. Dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senang dan gembira.


b. Berbicara menginformasikan
Bersuasana serius, tertib dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya. Pendengar pun biasanya berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan segala kesungguhan.
c. Berbicara menstimulasi
Berbicara menstimulasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu berbuat lebih baik. Pembicara biasanya dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan dan inspirasi pendengar.
d. Berbicara meyakinkan
Suasananya bersifat serius, mencekam dan menegangkan. Melalui keterampilannya pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju. Dalam berbicara meyakinkan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi yang nalar, logis, masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.
e. Berbicara menggerakkan
Berbicara menggerakkan pun menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Pembicara dalam berbicara menggerakkan haruslah orang yang berwibawa, tokoh, idola, panutan masyarakat. Melaui kepintarannya berbicara, kecakapannya membakar emosi dan semngat, kebolehannya memanfaatkan situasi, pembicara dapat menggerakkan massa ke arah yang diinginkannya.
3. Metode Penyampaian
Ada empat cara yang bisa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya, yaitu :
a. penyampaian secara mendadak,
b. penyampaian berdasarkan catatan kecil,
c. penyampaian berdasarkan hafalan, dan
d. penyampaian berdasarkan naskah.
Berdasarkan keempat cara penyampaian pembicaraan tersebut dapat klasifikasi berbicara menjadi empat jenis pula. Keempat jenis berbicara itu disesuaikan namanya dengan metode penyampaiannya, yakni sebagai berikut ini.
a. Berbicara mendadak.
Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum. Hal ini terjadi karena tuntutan situasi.


b. Berbicara berdasarkan catatan kecil.
Sejumlah pembicara menggunakan catatan kecil dalam kartu, biasanya berupa butir-butir penting sebagai pedoman berbicara.
c. Berbicara berdasarkan hafalan .
Pembicara yang dalam taraf belajar mempersiapkan bahan pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan secara lengkap. Bahan yang sudah ditulis itu dihafalkan kata demi kata, lalu tampil berbicara berdasarkan hasil hafalannya.
d. Berbicara berdasarkan naskah.
Pembicara membacakan naskah yang sudah disusun rapi. Berbicara berlandaskan naskah dilaksanakan dalam situasi yang menuntut kepastian bersifat resmi, dan menyangkut kepentingan umum.
4. Jumlah Penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Berdasarkan jumlah penyimak itu, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Berbicara antarpribadi.
Berbicara antar pribadi terjadi apabila dua pribadi membicarakan atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan sangat bergantung kepada masalah yang dipercakapkan, hubungan antara dua pribadi yang terlibat.
Pembicara dan pendengar dapat bertukar peran misalnya setelah pembicara selesai berbicara diadakan tanya jawab atau diskusi. Mobilitas menjadi pembicara dalam berbicara dalam kelompok kecil tidaklah setinggi mobilitas pertukaran peran dalam berbicara antarpribadi.
b. Berbicara dalam kelompok besar.
Berbicara dalam kelompok besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar atau massa. Para pendengar dapat homogen dapat pula heterogen. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya para pendengarnya homogen baik dalam usia maupun dalam kemampuan.
5. Peristiwa Khusus
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai kegiatan. Sebagian kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus. Dalam setiap peristiwa khusus tersebut dilakukan upacara terntentu berupa sambutan atau pidato singkat.
Berdasarkan peristiwa khusus itu, berbicara atau pidato dapat digolongkan atas enam jenis, antara lain sebagai berikut.
a. Pidato presentasi
Pidato yang dilakukan dalam suasana pembagian hadiah.
b. Pidato penyambutan
Berisi ucapan selamat datang pada tamu.
c. Pidato perpisahan
Berisi kata-kata perpisahan.

d. Pidato jamuan (makan malam)
Berupa ucapan selama, mendoakan kesehatan tamu dan sebagainya.
e. Pidato perkenalan
Berisi penjelasan pihak yang memperkenalkan tentang nama, jabatan, pendidikan, pengalaman kerja, keahlian yang diperkenalkan kepada tuan rumah.
f. Pidato nominasi (mengunggulkan).
Berisi pujian, alasan, dan mengapa sesuatu itu diunggulkan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara
Menurut Tarigan, Martini, dan Sudibyo (1998 :71) efektivitas berbicara bergantung kepada berbagai faktor, di antaranya sebagai berikut.
1. Kecemasan berbicara.
Kecemasan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaruhi rasa cemas karena khawatir, takut dan gelisah.
Kecemasan berbicara terjadi karena beberapa hal pertama, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kedua, karena ia tahu akan dinilai. Ketiga, pembicara berhadapan dengan situasi yang asing dan tidak siap.
Cara mengatasi kecemasan berbicara ada dua, yaitu :
a. metode jangka panjang
Secara berangsur-angsur mengembangkan keterampilan mengendalikan kecemasan berbicara dengan tiga sebab yakni kurangnya pengetahuan tentang retorika, tidak adanya pengalaman dalam berpidato dan sedikit atau tidak ada persiapan.
b. metode jangka pendek
Segera mengendalikan kecemasan berbicara pada waktu/sebelum menyampaikan pidato.
2. Bahasa tubuh dalam berbicara.
Bahasa tubuh adalah gerak tubuh yang bermakana dalam memperjelas atau mempertegas makna pesan serta memperlancar komunikasi lisan tatap muka. Dalam proses berbicara, sering dijumpai pembicara menggunakan gerakan-gerakan tubuh untuk memperjelas, menegaskan pesan yang dilisankan serta meperlancar komunikasi. Bagian-bagian tubuh yang lazim digunakan antara lain kepala, muka, bibir, tangan, jari-jari tangan, bahu, dada dan kaki. Pembicara yang baik dapat memilih dan mempergerakan gerak tubuh yang paling tepat untuk mendukung isi pembicaraannya.
3. Ciri-ciri pembicara ideal.
a. Memilih topik tepat
Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya.
b. Menguasai materi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami materi yang akan disampaikannya.
c. Memahami latar belakang pendengar
Sebelum pembicaraan berlangsung pembicara yang baik berusaha mengumpulkan informasi pendengar misalnya tentang jumlahnya.
d. Mengetahui situasi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami dan mengetahui situasi yang menaungi pembicaraan.
e. Mempunyai tujuan jelas
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaraannya dengan tegas, jelas dan gamblang.
f. Kontak dengan pendengar
Pembicara yang baik selalu mempertahankan pendengarnya. Ia berusaha memahami reaksi emosi dan perasaan mereka. Ia berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengarnya melalui pandangan mata, perhatian, anggukan dan senyuman.
g. Kemampuan linguistik tinggi
Pembicara yang baik dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya. Ucapannya jelas, lafalnya baik, intonasinya tepat dalam bernahasa. Ia juga dapat memilih dan menggunakan kalimat sederhana dan efektif dalam membicarakan materi pembicaraannya.
h. Menguasai pendengar
Salah satu ciri pembicara yang baikmadalah pandai menarik perhatian pembicara. Dengan gaya yang menarik dia menemukan pendengar, dia megarahkan pendengar kepada pembicaraannya. Ia pun dapat menggerakkkan pendengar ke arah tujuan pembicaraannya.
i. Memanfaatkan alat bantu
Seorang pembicara yang baik secara tepat tahu kapan, dimana pemanfaatan alat-alat bantu itu.
j. Penampilan Meyakinkan
Pembicara yang baik selalu tampil meyakinkan dari segala segi. Isi pembicaraan ia kuasai, cara penyampaian ia kuasai. Situasi dan latar belakang pendengar ia pahami. Tingkah laku, gaya bicara, cara berpakaian dan sebagainya tidak tercela.
k. Berencana
Pembicara yang baik selalu berencana meyakinkan kebenaran isi. Sesuatu yang direncanakan hasilnya lebih baik dari yang tidak direncanakan.
4. Merencanakana pembicaraan.
Wainright menyarankan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai oleh seseorang agar dapat menjadi pembicara yang baik. Langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut ini.
a. Memilih topik.
Memilih topik yang sesuai dengan permintaan atau tuntutan pertemuan. Apabila telah memilih topik yang sudah sesuai, topik masih perlu dikaji cakupannya. Apalah terlalu luas atau terlalu sempit.

b. Menguasai dan menguji topik.
Topik yang dipilih disempitkan atau disesuaikan dengantuntutan keadaan harus dipahami, dihayati dan dikuasai oleh pembicara. Hal ini dapat tercapai apabila pembicara mengumpulkan bahan yang relevan melalui bahan bacaan, wawancara dengan orang yang dianggap ahli, observasi, dan dikaji, diuji dari berbagai sudt pandang sehingga jelas kaitannya dengan ilmu yang relevan, jelas manfaatnya bagi pendengar.
c. Memahami pendengar dan situasi.
Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara harus menganalisis latar belakang pendengar dan situasi. Informasi yang tepat mengenai pendengar dan situasi berhubungan dengan hal-hal yang menyertai terjadinya peristiwa berbicara dijadikan landasan penentuan strategi berbicara.
d. Menyusun kerangka pembicaraan.
Kerangka pembicaraan yang tersusun baik sangat bermanfaat bagi pembicara juga pendengar. Bagi pembicara kerangka itu berfungsi sebagai pedoman, penuntun arah mengisi pembicaraan. Bagi pendengar kerangka dapat berfungsi sebagai sarana memudahkan mengikuti dan memahami isi pembicaraan.
e. Mengujicobakan.
Kerangka pembicaraan yang sudah dikembangkan menjadi naskah perlu dikaji kembali. Memeriksa dengan teliti dikhawatirka masih ada yang perlu diperbaiki.
Ada tiga cara yang dapat ditempuh dalam mengujicobakan pidato. Pertama, mengundang beberapa teman untuk mendengarkan pembicaraan yang akan dilakukan dan kemudian mereka mengkritik. Kedua, merekam pembicaraan dan kemudian memutar kembali rekaman untuk dinilai oleh diri sendiri. Ketiga, berbicara di depan cermin dan kemudian mengamatinya.
f. Menyajikan.
Dalam menyampaikan pesan pembicaraan, pembicara harus berpedoman kepada butir-butir yang ada dalam naskah pembicaraan. Kemudian penampilannya harus rapi, cara berbicara dan tingkah laku harus wajar, sopan tetapi menarik.

E. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa
Sebagai suatu keterampilan, berbicara erat kaitannya dengan keterampilan-keterampilan bahasa lainnya, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Kemampuan berbicara berkembang pada kehidupan anak apabila didahului oleh keterampilan menyimak. Selanjutnya, keterampilan berbicara juga memanfaatkan kosakata yang pada umumnya diperoleh anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. materi pembicaraan banyak yang diangkat dari hasil menyimak dan membaca. Demikian pula sering terjadi keterampilan berbicara dibantu dengan keterampilan menulis, baik dalam pembuatan outline maupun naskah.
Haryadi dan Zamzani (1997) menyatakan bahwa secara garis besar hubungan itu dapat dikemukakan berikut ini.
1. Berbicara dan menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat langsung.
2. Berbicara dipelajari melalui keterampilan menyimak.
3. Peningkatan keterampilan menyimak akan meningkatkan keterampilan berbicara.
4. Bunyi dan suara merupakan faktor penting dalam keterampilan berbicara dan menyimak.
5. Berbicara diperoleh sebelum pemerolehan keterampilan membaca.
6. Pembelajaran keterampilan membaca pada tingkat lanjut akan membantu keterampilan berbicara.
7. Keterampilan berbicara diperoleh sebelum pembelajaran keterampilan menulis.
8. Berbicara cenderung kurang terstruktur dibandingkan dengan menulis.
9. Pembuatan catatan, bagan, dan sejenisnya dapat membantu keterampilan berbicara.
10. Performansi menulis dan berbicara berbeda meskipun keduanya sama-sama bersifat produktif.

F. Model – Model Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dari pernyataan tersebut, maka dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Adapun model-model pembelajaran keterampilan berbicara yang dikemukakan oleh Tarigan (Resmini,dkk.,2006), antara lain sebagai berikut.
1. Model Ulang Ucap
Model pembelajaran Ulang Ucap merupakan pembelajaran tingkat awal/pertama pada model pembelajaran berbicara. Model ucapan di sini adalah suara guru atau rekaman dari tape recorder atau kaset yang diperdengarkan di depan kelas, lalu siswa mendengarkan dengan teliti dan mengucapkannya lagi sesuai dengan yang diperdengarkannya tersebut.
2. Model Lihat-Ucapkan
Model pembelajaran Lihat Ucapkan merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa tidak mendengarkan ucapan kata/kalimat baik dari guru ataupun siswa lainnya, melainkan melihat suatu benda, gambar, atau kartu yang berisi tulisan kata/kalimat. Selanjutnya, siswa mengucapkan nama benda, gambar, atau kata/kalimat dalam kartu tersebut dengan benar.
3. Model Memerikan
Model pembelajaran Memerikan merupakan pembelajaran tingkat lanjutan yang menuntut siswa untuk menjelaskan, menerangkan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu.


4. Model Menjawab Pertanyaan
Model pembelajaran Menjawab Pertanyaan merupakan pembelajaran tingkat lanjut yang mempunyai tujuan agar siswa dapat menyampaikan pesan secara lisan (berbicara) melalui stimulus pertanyaan dari orang lain/guru.
5. Model Bertanya
Model pembelajaran Bertanya merupakan model pembelajaran kebalikan dari model pembelajaran Menjawab Pertanyaan karena pada model pembelajaran ini siswa dilatih untuk menguasai kemampuan bertanya bukan menjawab pertanyaan.
6. Model Pertanyaan Menggali
Model Pertanyaan Menggali ini hampir sama dengan model Bertanya, namun yang membedakannya yaitu pertanyaan menggali bertujuan untuk merangsang siswa banyak berfikir dan banyak berbicara. Disamping itu, pertanyaan menggali juga dapat digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa terhadap suatu masalah.
7. Model Melanjutkan Cerita
Model pembelajaran Melanjutkan Cerita merupakan pembelajaran dalam rangka melatih siswa dalam berbicara dan bercerita dengan cara melanjutkan sepenggal cerita yang belum selesai. Cerita tersebut terlebih dahulu disampaikan oleh guru lalu para siswa melanjutkannya. Pada bagian akhir kegiatan, guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu.


8. Model Menceritakan Kembali
Model pembelajaran Menceritakan Kembali merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa menceritakan kembali isi cerita yang telah dibacanya atau yang disimak sebelumnya. Dalam hal ini, para siswa diharapkan sudah mulai belajar mandiri merangkai kata-kata dengan kalimat sendiri mengenai bahan bacaan yang telah dibaca atau yang disimaknya tersebut.
9. Model Percakapan
Model pembelajaran Percakapan merupakan suatu model pembelajaran dimana dua atau lebih siswa melakukan pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik. Dalam percakapan ini, terjadi dua kegiatan yang saling berhubungan yaitu menyimak dan berbicara silih berganti. Untuk topik pembicarannya yaitu hal-hal yang menarik dan diminati oleh para siswa.
10. Model Parafrase
Parafrase berarti mengubah bentuk, misalnya mengubah bentuk puisi ke bentuk prosa/narasi. Dalam hal ini, guru ataupun siswa dapat membacakan suatu puisi dengan suara jelas, intonasi yang tepat, dan kecepatan normal di depan kelas kemudian siswa yang menyimak menceritakan isi puisi dengan kata-katanya sendiri.
11. Model Reka Cerita Gambar
Model pembelajaran Reka Cerita Gambar di sini merupakan pembelajaran bercerita berdasarkan gambar, bisa gambar satuan (terpisah) dan bisa pula gambar berseri/berurutan. Apabila gambar tersebut berseri/berurutan, maka siswa harus mengurutkannya terlebih dahulu menjadi urutan yang sesuai lalu menyusun sebuah cerita berdasarkan gambar tersebut.
12. Model Bermain Peran
Model pembelajaran Bermain Peran adalah suatu model yang menuntut siswa untuk bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dalam model pembelajaran ini, campur tangan guru hampir tidak ada. Dalam praktiknya, Bermain Peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil/sederhana. Oleh sebab itulah, maka peserta didik akan memperoleh peran dan teks dialog yang harus dihafalkan untuk ditampilkan di depan kelas nanti.
13. Model Wawancara
Model pembelajaran Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh siswa dalam bentuk tanya jawab. Dalam pembelajarannya, pewawancara yaitu siswa dapat melakukan wawancara terhadap orang lain seperti pejabat, tokoh, pedagang, dan pakar dalam bidang tertentu. Dengan adanya model ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya.
14. Model Memperlihatkan dan Bercerita (Show and Tell)
Model Memperlihatkan dan Bercerita merupakan suatu model dimana siswa disuruh membawa benda-benda atau mainan yang mereka sukai dari rumah dan membawanya ke sekolah lalu bercerita mengenai benda-benda tersebut dengan kata-katanya sendiri.
Adapun dorongan yang dapat guru lakukan dalam model pembelajaran ini, yaitu : membantu siswa dalam merencanakan apa yang akan diceritakannya dan menyuruh siswa lainnya untuk membuat 5 pertanyaan yang menggunakan kata tanya, seperti : apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana terkait dengan benda yang dibawa siswa tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar